Kopi gayo merupakan salah satu jenis kopi asli Indonesia yang sudah mendunia. Bagaimana awalnya kopi ini dibudidayakan oleh masyarakat Gayo, Aceh Tengah sampai akhirnya bisa terkenal di mana-mana?
Sejarah penanaman kopi di Tanah Gayo, Aceh Tengah tak lepas dari penjajah Belanda. Tahun 1873–1904, Belanda menyatakan perang terhadap Kesultanan Aceh.
Perang tersebut berakhir dengan kekalahan di pihak Aceh. Sultan Muhammad Daud Syah ditangkap, sementara perkebunan lada yang sebelumnya menjadi tanaman unggulan masyarakat setempat terbengkalai.
Pemerintah Belanda mulai menanam kebun kopi seluas 100 ha di tahun 1908. Perlahan, muncullah kampung-kampung di sekitar perkebunan. Masyarakatnya ikut menanam kopi dengan mencontoh budidaya yang dilakukan pihak perkebunan.
Namun, ada peraturan bahwa kaum pribumi hanya boleh mengonsumsi kopi robusta. Kopi arabika sendiri hanya boleh diminum oleh penjajah dan dijadikan komoditas ekspor.
Setelah kemerdekaan, barulah perkebunan kopi di Aceh dikuasai masyarakat setempat. Tahun 1950-an, masyarakat bahkan mulai membabat hutan untuk membuka kebun rakyat. Awal 1970-an, Aceh Tengah menjadi kabupaten penghasil kopi terbesar di Provinsi Aceh.
Semakin lama, kopi gayo juga semakin dikenal. Tak hanya di Aceh, tapi juga di Indonesia dan di tingkat dunia.
Tahun 2010, kopi ini mendapatkan Fair Trade Certified dari International Fair Trade Organitation. Di tahun itu juga, ada nominasi The Best no. 1 dari International Conference on Coffee Science.
Penasaran bagaimana rasa kopi gayo ini hingga mendapat nominasi di atas? Lebih baik, rasakan sendiri kenikmatannya.
Sasame Coffee menyediakan berbagai macam blend dengan berbagai varietas kopi gayo sebagai campuran. Salah satunya Insulinde dan Havelaar.
Dapatkan harga spesial Rp 240.000 untuk pembelian 3 Nusantara, Havelaar, Insulinde, dan Agrarian Blend. Promo ini hanya berlaku mulai 24 Februari 2020 hingga 1 Maret 2020. Penasaran? klik banner di bawah untuk memesan.